TV Onlineku

Download


Renungan Hari Ini


Siswaku

Siswaku

Web sms

KEPALA UDANG

KEPALA UDANG
Menambah Selera Makan

Yok Senam Biar Sehat

Teaching English


WS RSBI DI BATU

WS RSBI DI BATU

Media Siswa

1. Materi Ajar
2. Tugas Siswa
3. Nilai
Masih Dalam Pengembangan

About Me

Foto Saya
Media Pembelajaran
Lihat profil lengkapku
Jumat, 18 Juni 2010

PostHeaderIcon Menjadi Guru Yang Konstruktif

Menjadi Guru Yang Konstruktif

“Essensi tugas Guru tidaklah mengajar, tetapi untuk menemukan cara-cara & situasi belajar bagi para murid-muridnya, karena hakekat pendidikan bukan mengisi ember melainkan menyalakan api.”

Pendahuluan

Dalam tulisan ini saya akan memfokuskan pada karakteristik, kepribadian & spiritualitas Guru, agar mampu memainkan peran sebagai fasilitator bagi anak-anak didiknya. Saya berharap dalam tulisan artikel ini, saya bisa memberikan cara pandang baru untuk melakukan perubahan dalam proses belajar mengajar di sekolah dan di masyarakat.

Mencintai profesi mengajar, merupakan salah satu dari ratusan bahkan ribuan pilihan pekerjaan, yang saat ini sedang mendapatkan perhatian serius dari Pemerintahan SBY. Secara spiritual, mereka-mereka yang senang mendidik, melatih dan menjadikan orang lain sukses adalah manusia yang mencintai hidupnya sendiri. Manusia seperti ini bukan saja hebat, tetapi sangat hebat?.

Membangun suatu generasi tidaklah semudah dibandingkan dengan mendirikan bangunan yang dilakukan oleh seorang insinyur, atau seorang dokter untuk mengobati pasiennya. Membangun suatu generasi berarti membentuk kharakter masyarakat masa depan dan alam semesta ini, sekarang. Dan menciptakan generasi yang lebih baik adalah satu-satunya solusi dari setiap jenis masalah yang dihadapi masyarakat kita hari ini.

Masyarakat kita sekarang membutuhkan pikiran lembut untuk bekerja dengan damai, yang menyenangkan hati semua orang, dan mampu melindungi serta melayani orang lain. Mungkin hal masih dianggap mimpi, sekarang, karena kita selalu menyaksikan kekerasan dimana-mana. Mulai dari kekerasan fisik sampai ke kekerasan psikologis. Tidak heran jika kita menyaksikan dengan mata kepala sendiri, seorang pencopet mati di tangan massa, atau seorang karyawan langsung di PHK lantaran salah melakukan prosedur kerja. Oleh karena itu masyarakat sangat membutuhkan seorang Guru yang konstruktif, guru yang mampu membangun character murid-muridnya, dan Guru yang mampu menyalakan api dari setiap jiwa anak-anak didiknya, agar bisa menjadi generasi yang beradab dan cinta sesamanya.

Guru Konstruktif

Guru yang konstruktif, adalah Guru yang memiliki tujuan untuk mampu melakukan perubahan dari dalam diri murid-muridnya, bukannya dari luar. Guru adalah sumber kreatifitas bagi murid-muridnya dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dengan pemahaman ini, mungkin kita mampu, sedikit demi sedikit melakukan perubahan yang lebih besar. Kebangkitan dunia pendidikan, mulai dari sekolah sampai ke tingkat kenegaraan bisa dipersiapkan mulai dari sekarang.

Untuk bisa menjadi Guru yang konstruktif, dibutuhkan pemahaman spiritualitas yang cukup. Seorang Guru yang memiliki spiritualitas, bukan hanya mereka yang taat memeluk agama tertentu saja, namun mereka yang memahami bahwa tujuan beragama adalah menemukan siapa dirinya, dan peran apa yang harus dimainkannya di alam semesta ini, karena ia memahami bahwa kehidupannya kelak akan berakhir dimana.

Seorang Guru yang memiliki spiritualitas cukup, ibarat api yang mampu menjadi sumber cahaya dan mampu membakar semangat para murid-muridnya. Guru adalah provokator dalam diri setiap anak-anak didiknya. Oleh karena itu, seorang Guru harus senantiasa mensucikan dirinya dari pikiran dan perbuatan menyimpang dari norma serta nilai-nilai agama yang dianutnya. Sehingga energi murni yang positip selalu terpancar dari dirinya kepada murid-muridnya. Karena pikiran negatif seorang Guru, mudah sekali beresonansi dan mampu mempengaruhi anak didiknya dalam menyerap pelajaran dan mempengaruhi kondisi belajar di dalam kelas. Karena interaksi pertama yang dirasakan oleh murid-muridnya adalah energi potensial Gurunya ketika masuk dalam ruang kelasnya. Bahkan sebelum seorang Guru itu memasuki ruang kelas, isi pikiran Guru sudah berada di ruang kelas. Karena pikiran manusia adalah getaran energi yang mampu beresonansi dengan pikiran-pikiran lainnya.

Saat ini para guru di sekolah, benar-benar masih sangat tinggi kemelekatannya dengan persoalan ekonomi keluarganya. Pikiran para Guru masih bising dan disibukan untuk memecahkan masalah ekonomi dan karir mereka sendiri. Mereka belum bisa keluar dari kemelekatan tersebut. Oleh karena itu, Guru yang konstruktif, adalah ketika seorang Guru mampu mengenal dirinya sebagai jiwa dari seluruh alam semesta dan sebagai bagian entitas rohani yang besar. Ia akan menyadari bahwa peran seorang Guru bukanlah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi untuk memenuhi kebutuhan mental anak-anak didiknya.

Sebagai api yang mampu membakar spirit murid-muridnya, seorang Guru akan mampu menciptakan perubahan dan transformasi dalam masyarakat. Dengan demikian seorang Gurupun, terlebih dahulu, harus mampu mentransformasikan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia bermimpi untuk mentransformasikan suatu generasi, sementara dirinya sendiri belum dapat tertransformasikan ?. Itu sebabnya seorang Guru harus senantiasa memiliki semangat untuk memotivasi murid-muridnya. Dia harus menjadi seorang pembimbing yang sekaligus mengarahkan api di dalam diri murid-muridnya ke arah yang konstruktif. Karena itulah, seorang Guru yang kurang memiliki moralitas yang baik, akan memiliki dampak yang tidak baik pula pada murid-muridnya. Karena menurut William Butler Yeats, “Pendidikan bukan mengisi ember, tapi menyalakan api”.

Kekuatan Resonansi Pikiran

Seorang Guru adalah sumber getaran energi bagi murid-muridnya, sehingga para muridnya akan menjadi lebih energik. Mata bathin seorang Guru yang terlatih dengan baik, akan mampu menyentuh semua jiwa-jiwa muridnya di dalam kelas. Dampaknya adalah suasana dan kondisi kelas yang tertib dan muird-muird akan mudah menyerap materi-materi pelajaran yang disampaikan, berapapun jumlah murid didalam kelas tersebut. Melalui Guru yang konstruktif, kita tidak lagi mengenal rasio antara murid dan Guru, yang ada adalah tingkat energi positip Guru baik secara fisik dan mental di dalam kelas.

Ketika saya menjadi murid SMTP sekian puluh tahun lalu, saya merasakan pelajaran yang dianggap sulit pada saat itu, menjadi mudah dan sangat sederhana ketika ditangani oleh seorang Guru yang getaran energinya mampu masuk ke dalam jiwa-jiwa muridnya. Lain halnya dengan Guru yang menganggap murid-muridnya seperti ember yang harus diisi, ia bahkan menganggap murid-muridnya seperti kertas kosong yang bisa diisi tulisan semau Gurunya. Guru seperti ini tidak akan bisa menyalakan api di dalam jiwa anak didiknya, tapi justru akan mematikannya.

Guru yang konstruktif, adalah Guru yang memiliki spiritual cukup. Banyak Guru yang memiliki pengetahuan agama tinggi, namun spiritualitasnya sangat rendah. Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas terlalu jauh tentang spiritualitas namun penerapan dari orang-orang yang memiliki spiritualitas cukup, sebagai sarana untuk menggambarkan peran Guru terhadap anak-anak didiknya.

Dalam konteks spiritualitas, ketika seorang Guru berbicara sesuatu, maka seluruh murid-muridnya terperangkap dalam getaran jiwa Gurunya yang menyebar di dalam kelas. Dan ketika seorang guru menjadi menyenangkan, spiritual, dinamis, maka selain materi pelajaran mudah terserap oleh para murid, semua persoalan di dalam kelas juga dapat diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat, Karena pusat utama energi jiwa yang kuat di dalam kelas ada di dalam diri seorang Guru. Jika pikiran seorang Guru damai, tidak bising dengan pikiran-pikiran lainnya, maka murid-muridnya akan nyaman dan menyenangkan dalam menerima materi pelajaran. Perubahan dalam jiwa guru adalah dasar dari semua kreativitas murid dan mampu mendinamisir sistem pembelajaran di dalam kelas.

Memahami anak-anak didiknya dalam upaya mengetahui bagaimana menyalakan api dalam diri setiap muridnya, hanya bisa dilkukan, ketika seorang Guru mampu memahami dirinya sendiri. Jika seorang Guru sibuk dengan begitu banyak kesalahpahaman dalam dirinya, dalam keluarganya, dan dalam memilih profesinya maka bagaimana mungkin ia bisa menyebarkan pemahaman ke dalam hati dan pikiran anak-anak didiknya ?. Seorang guru harus memahami kebutuhan dan masalah-masalah siswa. Hal ini bukan hanya tugas Guru BK (Bimbingan & Konseling) saja, tetapi semua Guru di sekolah. Dia harus mampu menyelami jiwa setiap muridnya, memahami kepribadian yang terbentuk dari keluarganya, dan kecenderungan-kecenderungan lainnya yang terlihat dari perilaku anak-anak didiknya. Dengan demikian, seorang Guru akan dapat memotivasi murid-muridnya dengan baik.

Guru adalah contoh dan teladan di depan murid-muridnya. Jika seorang Guru sendiri memiliki watak pemarah, tidak memiliki kesabaran, maka energi pemarah dan tidak sabaran tersebut meresonansi anak-anak didiknya dan membentuk character anak-anak didiknya, menjadi minimal sama atau bahkan lebih, sebagai calon-calon seorang pemarah dan tidak sabaran. Dalam bahasa fisika kuantum, panjang gelombang energi anak didik di dalam kelas, berbanding lurus dengan panjang gelombang energi Gurunya. Dan getaran akan beresonansi dengan besaran yang sama.

Kita tidak akan mampu menenangkan situasi kelas dan menanamkan kecintaan murid terhadap mata pelajaran tertentu, jika pikiran kita sebagai Guru masih bising dengan pikiran-pikiran lainnya, apalagi kita tidak mencintai profesi dan mata pelajaran yang kita ajarkan kepada murid-murid kita. Lebih parah lagi, jika kita menjadi seorang Guru hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi saja alias mencari nafkah. Akibatnya, murid-murid akan berdagang dengan Gurunya disekolah, bukan untuk belajar

“Essensi tugas Guru tidaklah mengajar, tetapi untuk menemukan cara-cara & situasi belajar bagi para murid-muridnya, karena hakekat pendidikan bukan mengisi ember melainkan menyalakan api.”

Interaksi Energetik Guru dan Murid

Guru yang konstruktif harus selalu inovatif untuk mengadopsi metode-metode baru untuk memotivasi belajar anak-anak didiknya. Ia harus menempatkan anak-anak didiknya sebagai pusat pembelajaran, artinya sejauhmana materi disampaikan bukan tergantung Guru dan kurikulumnya tetapi tergantung kepada murid-muridnya. Kreatifitas murid dibangun melalui diskusi kelompok, seminar, diskusi panel, kunjungan lapangan, permainan peran, dan lain-lain. Menurut Albert Einstein, “Ini adalah seni tertinggi guru untuk membangkitkan kegembiraan yang ekspresif, kreatifitas, dan pengetahuan. Sehingga sekolah akan menjadi platform yang tepat untuk memenuhi tujuan pendidikan, jika hubungan antara siswa dan guru dipelihara dengan baik. Guru adalah teman, filsuf dan panduan dari siswa. Seorang guru adalah motivator terbaik, seorang pecinta dan pengisi kekuatan. Murid-murid terinspirasi oleh kapten mereka, yaitu Guru.”

Seorang Guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan inspirator dari proses kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga semua kualitas dari dalam diri anak-anak didiknya, akan terbuka. Semua kreativitas terletak di dalam diri anak-anak didik, karena anak-anak didik kita memiliki jiwa di mana terletak sumber dari segala potensi-potensinya. Karena ketidaktahuannyalah maka kita sebagai seorang guru adalah pemandu spiritual untuk membantu memberikan pengetahuan kepada jiwa anak-anak didik kita. Keterlibatan jiwa seorang murid dalam suatu kegiatan belajar mengajar, akan memberikan motivasi kuat kepada mereka. Anak-anak didik kita akan merasa dirinya berharga untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Manusia tidak pernah luput dari berbuat salah, tapi perbuatan yang baik sekecil apapun harus dipuji. Setiap anak didik memiliki beberapa sifat-sifat baik dalam dirinya. Peran guru adalah untuk tidak mengkritik dia karena kenakalannya, tetapi untuk memuji salah satu kualitas yang baik dalam dirinya, sekaligus memberikan inspirasi. Sistem memuji salah satu kualitas pada diri anak didik akan menumbuhkan percaya diri, ia mulai merasa dirinya layak dan berharga, karena tidak semua anak didik memiliki kemampuan akademik yang sama. Mereka memiliki tujuan alam, dan kecenderungan yang dibawanya sejak lahir. Seorang Guru harus mampu mengidentifikasi hobi dan kemampuan alaminya sehingga ia dapat mengetahui siapa dirinya dan memotivasi dirinya untuk bisa maju dalam wilayah bakat dan hobinya itu.

Ada Senyum di Dalam Kelas

Senyum memainkan peran yang sangat penting, tidak hanya dalam batas-batas sekolah, tetapi juga bahkan di dalam masyarakat pada umumnya. Senyum adalah ekspresi cinta. Senyum adalah kekuatan dan kekuasaan seseorang. Sekolah juga harus menjadikan senyum sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar. Seorang guru menyentuh hati anak-anak didiknya melalui daya tarik ‘senyum’. Senyum menciptakan percaya diri anak-anak didik kita. Perkembangan kemajuan anak-anak didik terhadap mata pelajarannya, terjadi ketika mereka mulai menyukai dan mencintai Gurunya. Bagaimana murid mau mencitai pelajarannya jika ia tidak mencintai Gurunya. Senyuman seorang Guru, menciptakan getaran yang kuat pada diri anak-anak didiknya. Anak-anak didik kita tidak merasa takut untuk mengungkapkan persoalan apa yang terjadi dalam dirinya. Mereka tidak segan-segan lagi mengajukan pertanyaan, dan kebebasan berpikir di dalam kelas secara otomatis terjadi, ketika senyum hadir di dalam kelas.

Kita sebagai Guru, dituntut untuk menjadi seorang teman untuk anak-anak didik kita. Persahabatan dapat membantu kita untuk lebih memahami seorang anak. Seorang anak didik akan mengungkapkan kesulitan/masalah hanya kepada Guru yang sudah menjadi temanya. Tetapi, jika kita sebagai Guru hanya memerankan seseorang pemberi tugas atau bahkan pemimpin sirkus untuk anak-anak didik kita, kita akan merusak kegitan belajar mengajar mereka. Anak-anak didik kita mulai membenci kita dan menyembunyikan segala sesuatu yang ada pada dirinya kepada kita. Anak-anak didik kita akan mengembangkan rasa takut kepada kita. Itu sebabnya, banyak orang tua dan Guru berada dalam masalah besar, ketika semua persoalan pribadi anak-anak kita tidak mengemuka. Anak-anak didik kita kehilangan kebebasan untuk berterus-terang menceritakan masalahnya. Sebenarnya ini bukan kesalahan anak-anak didik kita, tapi kesalahan kita sebagai orang tua dan Guru di sekolah, yang tidak memiliki seni ‘bagaimana untuk menjadi teman dari anak-anak didik kita.’

Contoh Teladan

Seorang Guru dapat memotivasi anak-anak didiknya untuk lebih banyak membaca buku, jika anak-anak didiknya menemukan Gurunya banyak membaca buku. Tetapi, bagaimana mungkin seorang Guru yang jarang sekali membaca mampu memotivasi anak-anak didiknya untuk lebih banyak membaca buku ? Ini tidak mungkin terjadi.

Buku adalah sumber energi dan motivasi. Seorang Guru harus menjadi pembaca intensif buku-buku perpustakaan, majalah dan mengumpulkan pengetahuan untuk mengilhami anak-anak dengan menceritakan hal-hal baru. Guru dapat membuat perpustakaan kecil sendiri di dalam kelasnya, dan menjadikan dirinya sebagai inspirator bagi murid-muridnya. Karena, menurut Sokrates kelas adalah tanah pertempuran antara guru dengan muridnya, dan senjatanya adalah pertanyaan.

Kita sebagai Guru adalah motivasi bagi anak-anak didik kita, melalui kebiasaan kita membaca buku, budaya fisik dan mental ini bisa memberi contoh kepada anak-anak didik kita. Karena murid-murid selalu mengikuti perilaku Guru mereka. Jadi seorang Guru dapat melakukan banyak hal melalui kekuatan motivasi. Seorang guru harus menyadari bahwa kekuatan motivasi dan menggunakannya dengan baik dimanapun dan kapanpun, akan melahirkan sikap optimisme bagi anak-anak didik kita.

Setiap anak-anak didik kita berbeda dan unik. Bersama anak-anak didik, kita bisa belajar melakukan spesialisasi dan mengidentifikasi hobi, bakat dan kecenderungan-kecenderungan lainnya. Anak-anak yang melakukan kenakalan di dalam kelas, memiliki kemungkinan tertinggi dan multi-dimensi kepribadiannya, karena itu, mereka menjadi nakal. Mereka membutuhkan lebih banyak tugas pekerjaan yang harus diselesaikan. Tugas-tugas sekolah yang lebih banyak ini merupakan ladang bagi anak-anak didik yang kita anggap nakal ini untuk menunjukkan kepribadian dan eksistensinya.

Kita bisa memiilih anak-anak didik kita yang paling nakal di kelas kita, lalu berikan kepada mereka tanggungjawab dan pekerjaan-pekerjaan non akademis yang harus diselesaikan, kita akan melihat bagaimana cepat mereka menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Dalam waktu sepersekian menit mereka bisa melakukan pekerjaannya dengan baik. Anak-anak yang nakal adalah masa depan sumber daya manusia kita. Para guru dan orangtua harus lebih memahami kebenaran ini sebagai fakta untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan dalam diri mereka, sehingga “setiap anak akan menjadi istimewa”.

Anak-anak didik kita terlahir dengan potensi yang tak terbatas, maka tugas kita sebagai Guru adalah membantu mengembangkan mereka dan membuat mereka layak di setiap bidang yang diminatinya. Setiap anak didik kita mempunyai potensi yang luar biasa besar di dalam dirinya, maka pekerjaan guru adalah menginspirasi anak agar kreativitasnya terbuka. Hanya kita yang yang dapat membimbing mereka untuk mencapai tingkat tertinggi dari kreatifitasnya. Mengenali kepribadian unik anak-anak didik kita dan mendorongnya agar senantiasa tumbuh, adalah tugas kita sebagi seorang Guru.

Penutup

Peran guru dalam skenario perubahan sosial di masyarakat kita menjadi sangat menantang, karena masyarakat kita saat ini lebih menghargai hal-hal yang bersifat material dan nilai-nilai spiritual menjadi terbelakang. Tidak ada yang luar biasa tentang hal ini, namun situasi seperti ini tidak akan hidup selamanya. Ada cukup banyak indikasi bahwa pendidikan kita akan bangkit kembali, mewarnai nilai-nilai abadi budaya yang selama berabad-abad tumbuh-berkembang di dalam dinamika kehidupan bangsa yang besar. Kita berada pada proses transisi, dimana nilai-nilai budaya masih terpelihara dan dirawat dengan baik. Oleh karena itu, peran Guru menjadi sangat signifikan.

Terakhir, sebagai bahan renungan, mengapa film Laskar Pelangi menyita banyak penonton untuk menyaksikannya, energi dan nilai-nilai spiritual apa yang tersimpan di dalam film tersebut ?. Kita semua yang pernah menontonnya pasti tahu jawabannya.

M. Eko Purwanto

(Staf Bidang Pendidikan YW Al Muhajirien Jakapermai - Bekasi)